Analisanya Industrialisasi Toko Modern Berjejaring di Kota Yogyakarta



Kehadiran industri ritel modern atau disebut toko modern berjejaring pada dasarnya memanfaatkan pola belanja masyarakat terutama kelas menengah ke atas yang tidak mau berdesak-desakan di dalam pasar tradisional yang biasanya becek atau tidak tertata rapi. Walaupun kehadiran ritel modern ini disoroti dapat mematikan pasar tradisional karena mempunyai keunggulan pada banyak faktor, perkembangannya sendiri dapat dikatakan tidak terbendung. Jika diamati lebih lanjut maka persaingan bisnis ritel atau eceran itu makin tidak sehat. Pemerintah cenderung mengobral ijin terhadap pemain besar, bahkan hypermarket, meskipun sebenarnya pangsa pasarnya sudah jenuh. Akibatnya di beberapa kota mulai ada gerai ritel besar yang tutup, sedangkan di pemukiman dan di kampung-kampung pedagang kelontong atau warung tetangga benar benar terancam oleh waralaba mini market yang kian menggurita. Namun demikian, mereka tak kalah akal—segala upaya dibuat untuk merebut keuntungan termasuk dengan merampas bahu jalan dan menganggu lalu lintas (baca: amdalalin tidak lulus).
Saya merasa perlu untuk memberikan pengetahuan mengenai bagaimana bisnis ‘kotor’ dan tak adil ini marak seperti mengalami fase industrialisasi luar biasa. Adapun menurut Soliha (2008) tahapan  perkembangan industri ritel sebagai berikut:
1.     Era sebelum tahun 1960 an: era perkembangan ritel tradisional yang terdiri atas pedagang pedagang independen.
2.    Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement store ditandai denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta.
3.    Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departement store, ditandai dengan hadirnya peritel modern sepert Matahari, Hero, dan Ramayana.
4.    Tahun 1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai dengan maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret. Pertumbuhan high class departement store, dengan masuknya Sogo, Metro, dan lainnya. Pertumbuhan format cash and carry dengan berdirinya Makro, diikuti Goro, Alfa.
5.    Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan e-retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format hypermarket dan hadirnya Lippo-Shop yang memperkenalkan e-retailing di Indonesia berbasis pada pengguna internet. Konsep ini masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih terbiasa melakukan perdagangan secara langsung.
Pertumbuhan ritel di Indonesia tercermin dengan pesatnya pertumbuhan minimarket sebagai salah satu pasar modern dan ritel di Indonesia. Pada kurun waktu 2002–2006, minimarket tumbuh rata-rata 29% per tahun. Gerai-gerai minimarket yang tadinya hanya berjumlah ratusan di tahun 2002 melonjak menjadi ribuan di tahun 2006. Hal ini jelas terlihat dengan bermunculannya gerai-gerai mini market dalam radius setidaknya 500 meter dan kini telah memasuki permukiman permukiman padat bahkan kompleks-kompleks perumahan.
Di Yogyakarta sendiri maraknya pertumbuhan Toko modern secara langsung disebabkan oleh tingginya mobilitas penduduk. Pada era globalisasi kebutuhan dan mobilisasi masyarakat indonesia tidak dapat dimungkiri semakin tinggi, terkhusus pada kota-kota besar yang ada di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makasar. Mobilisasi ini disebabkan banyaknya mahasiswa yang ber-uranisasi ke Yogyakarta. Berdasarkan data yang diliris oleh Kementrian pendidikan Republik Indonesia tahun 2013 jumlah universtias di Yogjakarta 26 universitas yang tersebar diderah Yogyakarta. (BAN-PT, 2015). Ini merupakan satu indikasi bahwa Yogjakarta meupakan kota yang menjadi destinasi kunjungan belajar yang berasal dari seluruh Indonesia. Sedangkan menurut data yang dirilis oleh dinas kebudayaan dan pariwisata Yogjakarta jumlah wisatawan yang berkunjung ke  Yogjakarta pada tahun 2007 adalah sebanyak 1.260.658 orang, kemudian dalam jangka waktu 4 tahun yakni pada tahun 2011 terjadi lonjakan wisatawan sebesar 112 % yang total wisatawan yang berkunjung adalah sebanyak 2.670.469 orang. Dengan banyaknya arus perpindahan penduduk menuju Yogjakarta maka akan berbanding lurus dengan jumlah infratruktur yang menunjang dalam bidang kebutuhan dan ekonomi. Terkhusus pada kota Yogjakarta yang merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang menyebabkan semakin banyak jumlah investasi yang bermunculan, seperti banyaknya usaha-usaha toko modern, swalayan, hotel, apartemen dan perumahan.

Celah Perizinan dan Lemahnya Pengawasan Pendirian Toko Modern Di Kota Yogyakarta   
Seiring berjalannya waktu perkembangan Toko modern di kota Yogyakarta dinilai menimbulkan kritik dan opini tentang dampak negatif dari menjamurnya Toko-toko modern Tersebut. Sehingga untuk menata dan menekan semakin banyaknya pembangunan toko-toko modern baru, Pemerintah Kota Jogjakarta mengeluarkan Peraturan Wali Kota Yogyakarta No 79 tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket,Perwal ini merupakan salah satu bentuk kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menata keberadaan usaha waralaba minimarket. Tujuan utama dari pembatasan usaha waralaba minimarket adalah dalam rangka melindungi Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Yogyakarta agar tidak tergerus oleh hegimoni TMB yang semakin tidak dapat dibendung. Kebijakan penataan usaha waralaba/ minimarket salah satunya adalah dengan cara membatasi jumlah minimarket berjejaring yang ada di kota Yogyakarta sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta No. 79 tahun 2010  tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta.  Peraturan ini merupakan salah satu bentuk regulasi dari Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penataan usaha waralaba minimarket.
Kuota Toko modern di Kota Yogyakarta sudah tercukupi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 52 Toko Modern, sehingga pemerintah tidak akan memberikan izin bagi minimarket lagi (Natalia, 2015).  Akan tetapi fakta dilapangan yang dikutip dari krjogja.com 11/12/2015 masih ditemukan sebanyak 11 toko jejaring yang baru berdiri (Danar, 2015) hal tersebut tentu melanggar moratorium yang telah dibuat oleh pemerintah kota yogyakarta.Peraturan walikota no 79 tahun 2010 tentang pembantasan usaha waralaba minimarket di kota yogyakarta di fokuskan untuk memperketat aturan tentang usaha toko modern  yang melanggar perbatasan dengan pasar tradisional, kemudian dengan adanya perwal ini toko modern diharapkan  tidak  mengganggu aktivitas dari pasar tradisional, hal-hal yang di atur dalam perwal ini perwal adalah:
1.     Adanya ketentuan tentang adanya pembatasan jarak antara pasar tradisional dengan toko modern yaitu 400 meter,
2.    kemudian adanya ada kuota dari masing-masing wilayah kecamatan.
3.    kemudian jika ada pergeseran hal ini masih diperbolehkan jika tempat yang dibuat toko modern bermasalah dan di pindahkan ketempat yang di perbolehkan.
Perizinan pendirian usaha toko modern di kota yogyakarta di batasi hanya pada toko modern yang bersifat francase, jadi yang dilarang didirikan di kota yogyakarta pada saat ini adalah toko modern frencase muaralaba atau anak cabang dari perusahaan besar, kemudian toko yang bersifat modern tetapi di dirikan oleh masyarakat atau pengusaha lokal di perbolehkan, ini sesuai dengan tujuan dari munculnya perwal no 79 tahun 2010 ini yaitu untuk meningkatkan usaha mikro kecil dan menengah di kota Yogyakarta. Sebagai contoh dari usaha toko yang bersifat modern adalah Pamela, toko pamela ini tidak termasuk muaralaba akan tetapi termasuk kepada usaha lokal. sebenarnya Perwal nomor 79 tahun 2010 bertujuan untuk meningkatkan geliat perekonomian local dengan menekan jumlah toko modern berjejaring di Kota Yogyakarta, di dalam Perwal ini juga mengatur jumlah barang hasil produsen local Yogyakarta agar bisa menjual barangnya di TMB,   tetapi msih banyak ditemukan lubang-lubang kecil dalam Perwal no 79 tahun 2010 yang kemudian dimanupulasi oleh pemilk usaha TMB  dalam mendapatkan izin,seperti halnya mengklamufase toko modern berjejejaring dengan bekerja sama dengan masyarakat local, seakan-akan toko tersebut milik masyarakat tetapi ketika ditilik ke dalam barang-barang yang dijual di dalamnya adalah barang dengan brand francase.
Hal tersebut disadari betul oleh Dinas perizinan selaku instansi yang memberikan izin pendirian toko modern di Kota Yogyakartamasih banyak manipulasi yang ditemukan di lapangan seperti melakukan penyuapan kepada masyarakat agar mau menandatangani bentuk kerja sama dengan toko modern, hal-hal yang demikianlah yang membuat masih banyak ditemukannya toko modern berjejaring berkedok toko lokal di kota Yogyakarta. Dinas perizinan tidak dpat menindak lanjuti kasus seperti itu karena sudah mendapat dukungan dari masyrakat yang melakukan kerja sama tersebut. Hal ini kemudian dalam jangka panjang akan memicu gap keadilan ekonomi.
Semakin banyaknya toko modern berjejring saat ini temuan kami di lapangan yang mencengangkan adalah bagaimana proses izin pendiriannya tidak mewajibkan pengusaha untuk melakukan kajian dampak sosial dengan masyarakat sekitar, sehingga tidak jarang terjadi gesekan-gesekan dengan masyarakat yang kontra, jika dicermati mutlak hukumnya apaila toko modern ini mendirikan usaha baru haruslah melakukan kajian yang mendalam terhadap dampak-dampak yang meugikan masyarakat.
Celah berikutnya yang dilakukan oleh pengusaha adalah ketika mendirikan perusahaan baru dalam konteks ini adalah TMB mereka memanipulasi nama toko yang baru dengan tidak mengatasnamakan TMB, semisal mengkosongkan nama TMB atau merubah nama TMB menjadi nama lain, yang melatar belakangi kecurangan ini karena dalam perwal no 79 tahun 2010 masih ditemukan makna multi tafsir dalam bebrapa pasal seperti pasal 2 tentang ruang lingkup sebagaimana pasal 2 Ruang lingkup dalam Peraturan Walikota ini mengatur mengenai:
1.     usaha waralaba yang berbentuk minimarket dengan sistem pelayanan mandiri, menjual secara eceran berbagai jenis barang kebutuhan sehari-hari.
2.    anak cabang perusahaan yang menjual secara eceran berbagai jenis barang kebutuhan seharihari dengan menggunakan nama atau merk yang sama yang merupakan kerjasama langsung sebagai jejaring usaha dengan perusahaan besar yang berskala nasional. merupakan kerjasama langsung sebagai jejaring usaha dengan perusahaan besar yang berskala nasional.
Dalam pasal tersebut yang dilarang pembangunan toko modern baru setelah tahun 2009 adalah Toko Modern yang berbentuk waralaba yang merupakan anak cabang perusahaan dengan menggunakan merk yang sama yang merupakan kerja sama langsung sebgai jejaring usaha dengan perusahaan besar berskla nasional, sehingga pasal ini masih fleksibel untuk dimanupulasi seperti temuan dilapangan banyak ditemukan toko modern yang kemudian tidak menyertakan nama tokonya atau mengganti nama toko menjadi nama baru, sehingga hal yang seperti ini belum dapat ditindak lanjuti oleh Dinas Perizinan.
Sebagai catatan akhir, industrialisasi toko modern sudah di depan mata, saatnya mengubah mulai hal-hal sederhana untuk mengupayakan bersama deindustrilisasi toko modern berjejaring. Fase uninstalasi harus dimulai sekarang oleh kita sendiri hari ini, karena kita tidak tahu kapan akan dimulai oleh orang lain. /stephanie



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa itu Google Sketchup?

Fungsi dan Kegunaan “Heavy Duty Rack”

Pengertian Rak Starting dan Jointing pada Rak Minimarket